Sistem penghitungan tarif energi listrik di Indonesia menganut pola dual tariff, dimana tarif listrik dihitung pada dua jangka waktu yang berbeda (Waktu Beban Puncak/WBP dan Luar Waktu Beban Puncak/LWBP). Pada gedung perkantoran, biaya listrik biasanya dihitung melalui meteran listrik yang dicatat secara manual oleh operator gedung, seminggu atau bahkan sebulan sekali. Hal ini menimbulkan potensi kesalahan pencatatan yang besar. Sistem ini secara otomatis merekam data penggunaan listrik tiap jam, menampilkan data penggunaan listrik dalam bentuk tabel dan grafik, sekaligus menghitung perkiraan biaya listrik tiap bulan berdasarkan sistem dual tariff.
The prevailing electricity tariff calculation system in Indonesia uses a dual tariff energy system, in which Peak Load and Off-Peak Load are calculated in different time periods. Calculating costs is a concern in the metering system for a building with many tenants, because the manual calculation of costs is prone to errors. This metering invention automatically records electricity usage on an hourly basis, displays the data as infographics, and calculates the estimated cost per month based on the dual tariff system.